SIDOARJO (AbdiJurnalis.com, Jatim) – Praktik produksi beras oplosan bermerek premium yang mencatut label SNI dan Halal secara ilegal berhasil diungkap oleh Polda Jawa Timur melalui Satgas Pangan Polresta Sidoarjo. Penggerebekan dilakukan pada Selasa, 29 Juli 2025, di sebuah pabrik yang berlokasi di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur (Jatim).
Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Drs. Nanang Avianto, M.Si dalam konferensi pers, Senin (04/08/2025), mengungkap bahwa satu orang ditetapkan sebagai tersangka, yakni MLH selaku pemilik perusahaan CV SPG.
Lanjut Kapolda Jatim, kasus ini terungkap saat Satgas Pangan Polresta Sidoarjo melakukan inspeksi mendadak di Pasar Tradisional Larangan. Petugas menemukan beras merek SPG yang mencurigakan dan mengirimkan sampel untuk diuji ke Bulog Surabaya dan UPT Pengujian Sertifikasi Mutu Barang Disperindag Jatim.
“Dari hasil uji tersebut menunjukkan bahwa beras yang dijual di pasaran ternyata tidak memenuhi standar SNI untuk kategori beras premium,” tandas Irjen Pol Nanang.
Adapun beras tersebut diketahui merupakan hasil oplosan beras kualitas medium yang dicampur dengan sedikit beras pandan wangi agar tercium aroma khas, dengan rasio 10:1. Praktik pencampuran dilakukan secara manual dan tanpa sertifikasi mutu serta sertifikat halal resmi. Ungkap Irjen Pol Nanang.
Dalam operasi ini, polisi menyita total 12,5 ton beras dalam berbagai bentuk dan kemasan, termasuk peralatan produksi, dokumen pendukung, serta hasil uji laboratorium sebagai barang bukti. Mesin produksi yang digunakan bahkan tidak pernah diuji kelayakannya oleh instansi terkait.
“Kami juga sudah memeriksa enam saksi, termasuk dua ahli dari BSN dan Disperindag Provinsi,” terang Irjen Nanang.
Atas perbuatannya, MLH dijerat dengan tiga Undang-Undang sekaligus, antara lain:
UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dengan ancaman maksimal 5 tahun penjara atau denda hingga Rp2 miliar.
UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan, dengan ancaman 3 tahun penjara atau denda maksimal Rp6 miliar.
UU No. 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian, dengan ancaman 5 tahun penjara atau denda hingga Rp35 miliar.
Irjen Pol Nanang menyatakan bahwa pengungkapan ini merupakan tindak lanjut dari arahan Presiden RI, Prabowo Subianto, dalam penegakan hukum terhadap kecurangan distribusi pangan.
“Perbuatan dengan cara pengoplosan beras ini sangat merugikan masyarakat dan menurunkan kepercayaan publik terhadap produk pangan nasional. Polri tetap konsisten mendukung terwujudnya ekosistem pangan yang sehat, adil, dan transparan,” tegasnya.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Timur, Iwan S, menegaskan bahwa hasil uji laboratorium atas dua sampel beras ukuran 5 kg dan 25 kg menunjukkan bahwa beras tersebut hanya masuk dalam kategori medium.
“Kami berkomitmen bersinergi dengan kepolisian untuk melindungi konsumen dari produk beras oplosan,” ujar Iwan. Ia juga menambahkan bahwa karena beras merupakan bahan pokok vital, maka mutu dan harganya harus sesuai standar nasional. (**).
